MAKALAH ISB 119
ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA PASIEN LANSIA
Disusun Oleh:
1.
Diah Pytaloka
2.
Livia Krunia
3.
Nurina
4.
Sinta Herdina P.
5.
Yayuk Widyas Tuti
PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN
STIKES PEMKAB JOMBANG
TAHUN 2012 – 2013
TAHUN 2012 – 2013
i
KATA
PENGANTAR
Alhamdullillahhirobil alamin, segala puji kita panjatkan kehadirat Allah
SWT atas segala rahmat dan hidayahNya
tercurahkan kepada kita yang tak terhingga ini, sholawat serta salam kita
panjatkan kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW dan keluarganya,
sahabatnya, beserta pengikutnya sampai akhir zaman amin ya robal alamin.
Karena anugerah dan bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
merupakan salah satu tugas dari mata kuliah ISB 119 tepat waktu.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak sekali terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu , kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kami khususnya dan kepada para pembaca umumnya.
Jombang , 17 Oktober 2012
Dosen
Pembimbing ,
Pepin Nuhariani,
S.Kep., Ns.
ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................................... i
Kata Pengantar................................................................................................................... ii
Daftar isi............................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2. Rumusan
Masalah............................................................................................. 1
1.3. Tujuan............................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
1.1
Pengaruh sosial budaya pada kesehatan lansia................................................. 3
1.2 Mata
rantai antara kebudayaan dan kesehatan lansia....................................... 4
1.3 Permasalahan
aspek sosial budaya.................................................................... 5
1.4 Ruang
lingkup permasalahan kesehatan........................................................... 5
1.5
Kebudayaan dan perubahannya........................................................................ 5
1.6 Kebudayaan dan sistem pelayanan kesehatan
lansia........................................ 6
1.7 Sosial dan kultural yang mempengaruhi
pelayanan kesehatan lansia..............
7
1.8
Konsep – konsep yang relevan dengan budaya................................................ 8
1.9 Perbedaan budaya............................................................................................. 9
1.10 Pendekatan pelayanan kesehatan pasien lansia ............................................... 11
1.11 Upaya pelayanan kesehatan lansia................................................................... 19
BAB III PENUTUP
1.1 Kesimpulan…................................................................................................... 22
1.2 Saran….............................................................................................................
22
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang banyak membawa
perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup maupun
tatanan sosial termasuk dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam
suatu hal yang berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh
masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu.
Pengaruh sosial budaya dalam
masyarakat memberikan peranan penting
dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya
dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah
tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan
sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negative.
Hubungan antara budaya dan kesehatan sangatlah erat hubungannya, sebagai salah
satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara
pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat
membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala
masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga
kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka
mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan
atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.
1.2. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana aspek sosial budaya yang berkaitan dengan pengaruh
sosial budaya pada pasien lansia ?
2.
Bagaimana cara mengkaji tentang mata rantai
antara kebudayaan dan kesehatan ?
3.
Apa saja pengaruh sosial budaya terhadap pelayanan kesehatan pada pasien lansia ?
4.
Bagaimana cara mengkaji tentang kebudayaan dan perubahannya ?
5.
Aspek sosial dan kultural apa saja yang mempengaruhi pelayanan kesehatan lansia ?
1
6. Apa saja konsep - konsep yang relevan dengan
budaya ?
1.3. TUJUAN
Ø Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan
keperawatan lansia dari aspek sosial budaya .
Ø Tujuan
Khusus
1. Agar penyusun lebih mengetahui tentang peran sosial dan budaya lansia.
2. Semoga makalah ini bisa dijadikan
bahan referensi yang terkait mengenai askep lansia.
3. Sebagai bahan belajar dan
pengetahuan tentang penanganan lansia dalam lingkungan sosial .
2
BAB II
PEMBAHASAN
1.1. PENGARUH SOSIAL BUDAYA PADA KESEHATAN LANSIA
Apakah kebudayaan itu ? Mungkin semua orang mengerti apa kebudayaan itu , tapi tidak setiap orang dapat menjelaskannya . Sebagian orang menjelaskan bahwa kebudayaan itu
adalah sikap hidup yang khas dari sekelompok individu yang dipelajari secara
turun temurun , tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah mengundang
resiko bagi timbulnya suatu penyakit . Kebudayaan tidak dibatasi oleh suatu batasan
tertentu yang sempit , tetapi
mempunyai struktur-struktur yang luas sesuai dengan perkembangan dari
masyarakat itu sendiri.
Hubungan antara faktor sosial budaya
dan pelayanan kesehatan pada lansia sangatlah
penting untuk di pelajari khususnya bagi tenaga kesehatan. Bila suatu informasi
kesehatan yang baru akan di perkenalkan kepada masyarakat haruslah di barengi
dengan mengetahui terlebih dahulu tentang latar belakang sosial budaya yang
dianut di dalam masyarakat tersebut.
Kebudayaan yang dianut oleh
masyarakat tertentu tidaklah kaku dan bisa untuk di rubah, tantangannya adalah
mampukah tenaga kesehatan memberikan penjelasan dan informasi yang rinci
tentang pelayanan kesehatan yang akan di berikan kepada masyarakat . Ada banyak cara yang bisa dilakukan , mulai dari
perkenalan program kerja, menghubungi tokoh-tokoh masyarakat maupun melakukan
pendekatan secara personal .
Sikap
budaya terhadap warga usia lanjut mempunyai implikasi yang dalam terhadap kesejahteraan fisik maupun mental mereka. Pada masyarakat
tradisional warga usia lanjut ditempatkan pada kedudukan yang terhormat, sebagai Pinisepuh atau Ketua
Adat dengan tugas sosial tertentu sesuai adat istiadatnya, sehingga warga usia lanjut dalam
masyarakat ini masih terus memperlihatkan perhatian dan partisipasinya dalam masalah - masalah kemasyarakatan. Hal ini secara tidak langsung berpengurah kondusif bagi pemeliharaan kesehatan fisik
maupun mental mereka. Sebaliknya struktur
3
kehidupan masyarakat modern
sulit memberikan peran fungsional pada warga usia lanjut, posisi mereka bergeser kepada sekedar peran formal,
kehilangan pengakuan akan kapasitas dan kemandiriannya. Keadaan ini menyebabkan warga usia
lanjut dalam masyarakat modern menjadi lebih rentan
terhadap tema - tema kehilangan dalam perjalanan hidupnya.Era
globalisasi membawa konsekuensi pergeseran budaya yang cepat dan terus – menerus , membuat nilai - nilai
tradisional sulit beradaptasi. Warga usia lanjut yang hidup pada masa
sekarang,seolah-olah dituntut untuk mampu hidup dalam dua dunia yakni :
kebudayaan masa lalu yang telah membentuk sebagian aspek dari kepribadian dan kekinian yang menuntut
adaptasi perilaku. Keadaan ini
merupakan ancaman bagi integritas egonya, dan potensial mencetuskan berbagai masalah kejiwaan .
1.2. MATA RANTAI ANTARA KEBUDAYAAN DAN KESEHATAN LANSIA
Didalam masyarakat sederhana, kebiasaan hidup dan adat
istiadat dibentuk untuk mempertahankan hidup diri sendiri dan kelangsungan
hidup suku mereka. Berbagai kebiasaan dikaitkan dengan
kehamilan, kelahiran, pemberian makanan bayi, yang bertujuan supaya reproduksi
berhasil, ibu dan bayi selamat. Dari sudut pandang
modern ,tidak semua kebiasaan itu baik. Ada beberapa yang kenyataannya malah merugikan.
Menjadi sakit memang tidak diharapkan oleh semua orang
apalagi penyakit-penyakit yang berat dan fatal. Masih banyak masyarakat yang
tidak mengerti bagaimana penyakit itu dapat menyerang seseorang. Ini dapat
dilihat dari sikap mereka terhadap
penyakit tersebut. Ada kebiasaan dimana setiap orang sakit
diisolasi dan dibiarkan saja. Kebiasaan ini ini mungkin dapat mencegah
penularan dari penyakit-penyakit infeksi seperti cacar dan TBC.
Bentuk pengobatan yang di berikan biasanya hanya berdasarkan anggapan
mereka sendiri tentang bagaimana penyakit itu timbul. Kalau mereka menganggap
penyakit itu disebabkan oleh hal-hal yang supranatural atau
magis, maka digunakan pengobatan secara tradisional. Pengobatan modern dipilih
bila meraka duga penyebabnya adalah faktor ilmiah.
Ini dapat merupakan sumber konflik bagi tenaga kesehatan, bila ternyata
pengobatan yang mereka pilih berlawanan dengan pemikiran secara medis.
Didalam masyarakat industri modern iatrogenic disease
merupakan problema. Budaya menuntut merawat penderita di rumah sakit, pada hal
rumah sakit itulah tempat ideal bagi penyebaran kuman-kuman yang telah resisten
terhadap anti biotika .
4
1.3. PERMASALAHAN ASPEK SOSIAL
BUDAYA
Menurut Setiabudhi (1999), permasalahan sosial budaya lansia secara umum
yaitu masih besarnya jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan, makin
melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut
kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan
pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga
kecil, akhirnya kelompok masyarakat industri yang memiliki ciri kehidupan yang
lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan
perhitungan untung rugi, lugas dan efisien yang secara tidak langsung merugikan
kesejahteraan lansia, masih rendahnya kuantitas tenaga professional dalam
pelayanan lansia dan masih terbatasnya sarana pelayanan pembinaan kesejahteraan
lansia, serta belum membudayanya dan melembaganya kegiatan pembinaan
kesejahteraan lansia .
1.4. RUANG LINGKUP PERMASALAHAN KESEHATAN
Pada umumnya disepakati bahwa kebugaran dan kesehatan mulai menurun pada
usia setengah baya.Penyakit-penyakit degeneratif mulai menampakkan diri pada
usia ini. Namun demikian kenyataan menunjukkan bahwa kebugaran dan kesehatan pada usia lanjut sangat
bervariasi. Statistik menunjukkan bahwa usia lanjut yang sakit-sakitan
hanyalah sekitar 15-25%, makin tua tentu presentase ini semakin besar. Demikian pula usia lanjut yang
tidak lagi dapat melakukan "aktivitas sehari-hari"(Activities of
Daily Living) hanya 5-15%, tergantung dari umur. Di samping faktor keturunan dan lingkungan, nampaknya
perilaku (hidup sehat) mempunyai peran yang cukup besar. Perilaku hidup sehat harus dilakukan sebelum usia lanjut
(bahkan jauh-jauh sebelumnya).
Perilaku hidup sehat, terutama adalah perilaku individu, dilandasi oleh
kesadaran,keimanan dan pengetahuan. Menjadi tua secara sehat (normal ageing,
healthy ageing) bukanlah satu kemustahilan, tapi sesuatu yang bisa diusahakan dan diperjuangkan.
Seyogyanya dianut paradigma,mencegah dan mengendalikan faktor-faktor risiko
sebaik mungkin, kemudian menunda kesakitan dan cacat selama mungkin.
1.5. KEBUDAYAAN DAN PERUBAHANNYA
Tentu saja kebudayaan itu tidak
statis , kecuali mungkin pada masyarakat pedalaman
yang terpencil . Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan lansia biasanya
dipelajari
pada masyarakat yang terisolasi dimana cara - cara hidup mereka tidak berubah
selama beberapa generasi , walaupun mereka merupakan sumber data - data biologis
5
yang penting dan model antropologi yang berguna ,
lebih penting lagi untuk memikirkan
bagaimana mengubah kebudayaan mereka itu. Pada Negara
dunia ke 3 laju perkembangan ini cukup cepat, dengan berkembangnya suatu masyarakat
perkotaan dari masyarakat pedesaan. Ide-ide tradisional yang turun temurun,
sekarang telah di modifikasi dengan pengalaman-pengalaman dan ilmu pengetahuan
baru. Sikap terhadap penyakit pun banyak mengalami perubahan .Kaum muda dari
pedesaan meninggalkan lingkungan mereka menuju kekota. Akibatnya tradisi budaya
lama di desa makin tersisih. Meskipun lingkungan dari masyarakat kota modern
dapat di kontrol dengan tekhnologi, setiap individu didalamnya adalah subjek
dari pada tuntutan ini, tergantung dari kemampuannya untuk
beradaptasi.
Problema dalam menganalisa perubahan
kebudayaan apakah memberikan
dampak yang sangat besar sulit diukur, sebagai contoh kenaikan tekanan darah
pada para penduduk yang berimigrasi ke kota. Kenyataan ini tidak dapat di
pungkiri .tetapi apakah penyebabnya ? kebudayaan?, lingkungan? Atau biologis?
Masih merupakan tanda Tanya.
Bila mana budaya itu berubah suatu
adaptasi yang sukses tidak hanya tergantung pada
Setiap masyarakat faktor lingkungan dan biologis . Kemampuan untuk memodifikasi beberapa segi budaya
juga penting .
1.6. KEBUDAYAAN
DAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN LANSIA
Bila suatu bentuk pelayanan
kesehatan baru diperkenalkan ke dalam suatu masyarakat dimana faktor-faktor budaya masih kuat.
Biasanya dengan segera mereka akan menolak dan memilih cara pengobatan
tradisional sendiri. Apakah mereka akan memilih cara baru atau lama, akan
memberi petunjuk kepada kita akan kepercayaan dan harapan pokok mereka lambat laun akan sadar apakah pengobatan baru
tersebut berfaedah , sama sekali tidak berguna, atau lambat memberi pegaruh.
Namun mereka lebih menyukai pengobatan tradisional karena berhubungan erat
dengan dasar hidup mereka. Maka cara baru itu akan dipergunakan secara sangat
terbatas, atau untuk kasus-kasus tertentu saja.
Pelayanan kesehatan yang modern oleh
sebab itu harus disesuaikan dengan kebudayaan setempat, akan sia-sia jika ingin
memaksakan sekaligus cara-cara modern
dan menyapu semua cara-cara tradisional . Bila tenaga kesehatan berasal dari lain suku atau
bangsa, sering mereka merasa asing dengan penduduk
setempat . ini tidak akan terjadi
jika tenaga kesehatan tersebut berusaha mempelajari kebudayaan mereka dan
6
menjembatani jarak yang ada diantara mereka. Dengan
sikap yang tidak simpatik serta tangan besi, maka jarak tersebut akan semakin
lebar. Setiap masyarakat mempunyai cara pengobatan dan kebiasaan yang
berhubungan dengan ksehatan masing-masing. Sedikit usaha untuk mempelajari
kebudayaan mereka akan mempermudah memberikan gagasan yang baru
yang sebelumnya tidak mereka terima.
Pemuka - pemuka di dalam masyarakat itu harus diyakinkan sehingga mereka
dapat memberikan dukungan dan yakin bahwa cara - cara baru
tersebut bukan untuk melunturkan kekuasaan mereka tetapi sebaliknya akan memberikan manfaat yang lebih besar .Pilihan
pengobatan dapat menimbulkan kesulitan. Misalnya , bila
pengobatan tradisional biasanya mengunakan cara-cara menyakitkan seperti
mengiris-iris bagian tubuh atau dengan memanasi penderita , akan tidak puas hanya dengan memberikan pil untuk diminum . Hal tersebut diatas bisa menjadi suatu penghalang
dalam memberikan pelayanan kesehatan, tapi dengan berjalannya waktu mereka akan
berfikir dan menerima.
1.7. SOSIAL DAN KULTURAL YANG MEMPENGARUHI
PELAYANAN KESEHATAN LANSIA
Yang
dipakai sebagai pokok pembicaraan dari bab ini adalah tentang kesehatan lansia yang bukan hanya berdasarkan pengetahuan dari penyakit
fisik saja , tetapi juga atas
pengaruh dari sosial kultural . Sering kali perawat harus merencanakan dan memberikan
asuhan kepada individu / keluarga ‘pasien lansia ‘ yang
kepercayaan kesehatannya berbeda dari faham perawat . Guna memberikan
pelayanan yang efektif dan cocok perawat
harus mengenal pentingnya pengaruh budaya dan lain - lain
kultural .
Secara
sosial seseorang yang memasuki usia lanjut juga akan mengalami perubahan - perubahan. Perubahan ini
akan lebih terasa bagi seseorang yang menduduki jabatan atau pekerjaan formal.
la akan merasa
kehilangan semua perlakuan yang selama ini didapatkannya seperti dihormati,
diperhatikan dan diperlukan. Bagi
orang-orang yang tidak mempunyai waktu atau tidak merasa perlu untuk bergaul
diluar lingkungan pekerjaannya, perasaan kehilangan ini akan berdampak pada
semangatnya, suasana hatinya dan
kesehatannya. Di dalam
keluarga, peranannya-pun mulai bergeser. Anak-anak sudah "jadi
orang", mungkin sudah punya rumah sendiri, tempat tinggalnya mungkin jauh. Rumah jadi sepi,
orangtua seperti tidak punya peran apa-apa lagi.
7
1.8. KONSEP - KONSEP YANG RELEVAN DENGAN BUDAYA
a. Holisme / Seutuhnya.
Antropologi percaya
bahwa kebudayaan adalah fungsi yang terintegrasi seluruhnya dengan bagian
interelasi dan interdependensi. Demikian juga budaya lebih baik dipandang dan
dianalisa secara menyeluruh. Berbagai komponen dari budaya seperti politik,
ekonomi, agama, persaudaraan dan system kesehatan, melakukan fungsi yang
terpisah tetapi kemudian bercampur membentuk perbuatan
yang menyeluruh. Jadi untuk mengetahui system dari seseorang harus memandang
masing-masing hubunganya dengan orang lain dan dari keseluruhan kulturnya.
(Benedict, 1934)
Perubahan budaya biasanya mengundang tantangan –
tantangan baru dan berbagai masalah. Perubahan meliputi adaptasi kreatif dari
perilaku yang terdahulu yang disebabkan Karena bahasa, adapt, kepercayaa,
sikap, tujuan, undang – undang, tradisi dank ode moral. Pada saat yang
terdahulu sudah keluar dari mode atau kurang bias diterima dan menjadi sumber
konflik yang potensial (Elling, ((1977).
b. Enkulturasi
Adalah proses
mendapatkan pengetahuan dan menghayati nilai-nilai. Melalui proses ini oran
bias mendapatkan kompetensi dari budayanya sendiri. Anak-anak melihat orang tua
dan mengambil kesimpulan tentang peraturan demi perilaku. Pola- pola perilaku
menyajikan penjelasan untuk kejadian dalam penghidupan seperti, dilahirkan, maut,
remaja, hamil, membesarkan anak, sakit penyakit .
c.
Etnosentris
Adalah suatu
kepercayaan bahwa hanya sendiri yang terbaik. Sangat penting bagi perawat untuk
tidak berpendapat bahwa hanya caranya sendiri yang terbaik dan menganggap ide
orang lkain tidak diketahui atuau di pandang rendah.
d. Stereotip
Stereotip atau
sesuatu yang bersifat statis / tetap merupakan kepercayaan yang dibesar –
besarkan dan gambaran yang dilukiskan dengan populer dalam media massa dan ilmu
kebangsaan. Sifat ini juga menyebabkan tidak bekembangnya pemikiran seseorang.
e. Nilai – nilai Budaya
Sistem budaya
mengandung berbagai orientasi nilai. Nilai merupakan bentuk kepercayaan
bagaimana seseorang harus berperilaku ,
kepercayaan adalah sesuatu pertanyaan yang tujuannya berpegang kepada kebenaran
tapi mungkin boleh atau
8
tidak boleh berlandaskan kenyataan empiris. Salah satu
elemen yang paling penting terbangun dalam budaya dan nilainya. Nilai ini
bersama – sama memiliki budaya yang paling penting terbangun dalam budaya dan
nilainya. Nilai ini bersama memberikan stabilitas dan keamanan budaya,
menyajikan standart perilaku. Bila dua orang bersama – sama memiliki budaya
yang serupa dan pengalamanya cenderung serupa,
nilai – nilai mereka akan serupa , walaupun dua orang
tersebut tidak mungkin pola nilai yang tetap serupa , namun mereka cukup serupa
untuk mengenal kesamaan dan utuk mengidentifkasi” yang lain sama sepeti saya”
(Gooenough, 1966) .
Konsep
budaya menurut Linton adalah : suatu tatanan pola perilaku yang dipelajari,
diciptakan, serta ditularkan di
antara suatu anggota masyarakat tertentu . Batasan budaya menurut Koentjaraningrat adalah : keseluruhan system gagasan , tindakan dan Hasil karya manusia, dalam rangka kehidupan bermasyarakat, yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar.Karakteristik budaya menurut TO.
Ihromi adalah : A. Budaya
diciptakan dan ditransmisikan lewat proses belajar . B. Budaya dimiliki bersama oleh sekelompok manusia dan
merupakan pola kelakuan umum.C. Budaya
merupakan mental blue print. D. Penilaian terhadap
budaya bersifat relatif . Budaya bersifat dinamis, adaptif dan
integratif.Pemahaman akan konsep budaya, membawa kita pada kesimpulan bahwa
gagasan, perasaan dan perilakumanusia dalam kehidupan sosialnya sangat
dipengaruhi oleh budaya yang berlaku di masyarakat. Demikianpula pergeseran
ataupun perubahan pada tatanan budaya dalam suatu masyarakat akan diiringi
denganperubahan perilaku dari individu yang hidup di dalamnya.Budaya tercipta
sebagai upaya manusia untuk beradaptasi terhadap masalah - masalah yang timbul dari lingkungan hidupnya. Selanjutnya budaya mempengaruhi
pembentukan dan perkembangan kepribadian manusia dalam kelompoknya. Interaksi keduanya
membentuk suatu pola
spesifik perilaku, proses pikir,emosi dan persepsi individu atau kelompok dalam
bereaksi terhadap tekanan-tekanan kehidupan. Dengan demikian dapat dimengerti peranan budaya dalam masalah
kesehatan jiwa.
1.9. PERBEDAAN BUDAYA
Sesungguhnya karena
tradisi berbeda budaya dan peningkatan mobilitas dan memiliki standart
pereilaku yang sama. Individu yang dibesarkan dalam kelompok seperti itu
mengikuti budaya oleh norma-norma yang menentukan jalan pikiran dan perilaku
mereka .
9
a. Kolektifitas
Etnis
adalah kelompok dengan asal yang umum, perasaan
identitas dan memiliki standart perilaku yang sama. Individu yang bedasarkan
dalam kelompok seperti itu mengikuti budaya oleh norma-norma yang menentukan
jalan ikiran dan perilaku mereka ( Harwood,
1981 ) .
b. Shok
Budaya
adalah salah satu sebab karena bekerja dengan individu
yang latar belakang kulturnya berbeda. Shock budaya sebagai perasaan yang tidak
ada yang menolong ketidaknyamanan dan kondisi disoirentasi yang dialami oleh
orang luar yang berusaha beradaptasi secara komprehensif atau secara efektif
dengan kelompok yang berbeda akibat akibat paraktek nilai-nilai dan
kepercayaan.( Leininger, 1976).
Perawat
dapat mengurangi shock budaya dengan mempelajari tentang perpedaan kelompok budaya
dimana ia terlibat. Pemting untuk perawat mengembangkan hormat kepada orang
lain yang berbeda budaya sambil menghargai perasaan dirinya. Praktik perawatan
kesehatan memerlukan toleransi kepercayaan yang bertentangan dengan perawat.
c. Pola Komunikasi
Kendala yang paling
nyata timbul bila kedua orang berbicara dengan bahasa ang berbeda. Kebiasaan
berbahasa dari klien adalah salah satu cara untuk melihat isi dari budaya.
Menurut Kluckhohn,1972, bahwa tiap bahasa adalah merupakan jalan khusus untuk
meneropong dan interprestasi pengalaman tiap bahasa membuat tatanan seluruhnya
dari asumsi yang tidak disadari tetang dunia dan penghidupan. Kendala untuk
komunkasi bisa saja terjadi walaupun individu berbicara dengan bahasa yang
sama. Perawat kadang kesulitan untuk menjelaskan
sesuatu dengan bahasa yang sederhana, bebas dari bahasa yang jlimet yang klien
bisa menagkap. Sangat penting untuk menentukan ahwa pesan kita bisa diterima
dan dimengerti maksudnya .
d. Jarak Pribadi dan Kontak
Jarak pribadi adalah ikatan yang tidak terlihat dan fleksibel. Pengertian tentang jarak pribadi bagi perawat
kesehatan masyarakat memungkinkan proses pengkajian dan peningkatan interaksi
perawat klien. Profesional kesehatan merasa bahwa mereka mempunyai ijin
keseluruh daerah badan klien. Kontak yang dekat sering diperlukan perawat saat
pemeriksaan fisik, perawat hendaknya berusaha untuk mengurangi kecemasan dengan
mengenal kebutuhan individu akan jarak dan berbuat yang sesuai
10
untuk melindungi hak privasi.
e. Padangan Sosiokultural tentang
Penyakit dan Sakit
Budaya mempengaruhi
harapan dan persepsi orang mengenai gejala cra memberi etika kepada penyakit,
juga mempengaruhi bilamana, dan kepada siapa mereka harus mengkomunikasikan
masalah – masalah kesehatan dan berapa lama mereka berada dalam pelayanan.
Karena kesehatan dibentuk oleh faktor – faktor budaya, maka terdapat variasi
dari perilaku pelayanan kesehatan, status kesehatan, dan pola – pola sakit dan
pelayanan didalam dan diantara budaya yang berbeda – beda.
Perilaku pelayanan
kesehatan merujuk kepada kegiatan-kegiatan sosial dan biologis individu yang
disertai penghormatan kepada mempertahankan akseptabilitas status kesehatan
atau perubahab kondisi yang tidak bisa diterima. Perilaku pelayanan kesehatan
dan status kesehatan saling keterkaitkan dan sistem kesehatan ( Elling, 1977 ) .
1.10. PENDEKATAN PELAYANAN KESEHATAN PASIEN LANSIA
Dalam
pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat perlu
ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual
dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan
menunjang pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang membutuhkan suatu pelayanan
yang komprehensif. Pendekatan inilah yang dalam bidang kesehatan jiwa (mental
health) disebut pendekatan eklektik holistik, yaitu suatu pendekatan yang
tidak tertuju pada pasien semata-mata, akan tetapi juga mencakup aspek
psikososial dan lingkungan yang menyertainya.
Pendekatan Holistik adalah pendekatan yang menggunakan semua upaya untuk
meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, secara utuh dan menyeluruh.
Dilandasi oleh pemikiran diatas, maka pendekatan pelayanan kesehatan jiwa
pada lanjut usia meliputi:
- Pendekatan Biologis, yaitu pendekatan pelayanan kesehatan lansia yang menitikberatkan perhatian pada perubahan-perubahan biologis yang terjadi pada lansia. Perubahan-perubahan tersebut mencakup aspek anatomis dan fisiologis serta berkembangnya kondisi patologis yang bersifat multiple dan kelainan fungsional pada pasien-pasien lanjut usia.
11
- Pendekatan Psikologis, yaitu pendekatan pelayanan kesehatan lansia yang menekankan pada pemeliharaan dan pengembangan fungsi-fungsi kognitif, afektif, konatif dan kepribadian lansia secara optimal.
- Pendekatan Sosial Budaya, yaitu pendekatan yang menitikberatkan perhatiannya pada masalah-masalah sosial budaya yang dapat mempengaruhi lansia .
1. Pendekatan Psikologis
ü
Fungsi Kognitif
Kemampuan Belajar (Learning)
Lanjut usia yang yang sehat dalam arti tidak mengalami
demensia atau gangguan Alzemeir, masih memiliki kemampuan belajar yang baik.
Hal ini sesuai dengan prinsip belajar seumur hidup (long study) bahwa
manusia itu memiliki kemampuan untuk belajar sejak dilahirkan sempai akhir
hayat. Oleh karena sudak seyogyanya jika mereka tetap diberikan kesempatan
untuk mempelajari sesuatu hal yang baru. Implikasi praktis dalam pelayanan
kesehatan jiwa lanjut usia baik yang bersifat promotif-preventif, kuratif dan
rehabilitatif adalah untuk memberikan kegiatan yang berhubungan dengan proses
belajar yang sudah disuaikan dengan kondisi masing-masing lanjut usia yang
dilayani.
Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
Pada lanjut usia, kemampuan pemahaman atau menangkap
pengertian dipengaruhi
oleh fungsi pendengarannya. Dalam pelayanan terhadap lanjut usia agar tidak
timbul salah paham sebaiknya dilakukan kontak mata; saling memandang. Dengan
kontak mata, mereka akan dapat membaca bibir lawan bicaranya, sehingga
penurunan pendengarannya dapat diatasi dan dapat lebih mudah memahami maksud
orang lain. Sikap yang hangat dalam berkomunikasi akan menimbulkan rasa aman
dan diterima. Mereka akan lebih tenang, lebih senang, merasa aman, merasa
diterima, merasa dihormati dan sebagainya.
Kinerja (Performance)
Pada lanjut usia yang sangat tua memang akan terlihat
penurunan kinerja baik
12
secara kuantitatif maupun kualitatif. Penurunan itu bersifat wajar sesuai
perubahan organ-organ biologis ataupun perubahan yang sifatnya patologis. Dalam
pelayanan kesehatan jiwa lanjut usia, mereka perlu diberikan latihan-latihan
ketrampilan untuk tetap mempertahankan kinerja .
Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Pada lanjut usia masalah-masalah yang dihadapi tentu
semakin banyak. Banyak hal yang dahulunya dengan mudah dapat dipecahkan menjadi
terhambat karena terjadi penurunan fungsi indra pada lanjut usia. Hambatan yang
lain dapat berasal dari penurunan daya ingat, pemahaman dan lain-lain, yang
berakibat bahwa pemecahan masalah menjadi lebih lama. Dalam menyikapi hal ini
maka dalam pendekatan pelayanan kesehatan jiwa lanjut usia perlu diperhatikan
ratio petugas kesehatan dan pasien lanjut usia.
Daya Ingat (Memory)
Daya ingat adalah kemampuan psikis untuk menerima,
mencamkan, menyimpan dan menghadirkan kembali rangsangan/peristiwa yang pernah
dialami seseorang. Daya ingat merupakan salah satu fungsi kognitif yang banyak
berperan dalam proses berfikir, memecahkan masalah, maupun kecerdasan
(intelegensia), bahkan hampir semua tingkah laku manusia itu dipengaruhi olah
daya ingat. Pada lanjut usia, daya ingat merupakan salah satu fungsi kognitif
yang seringkali paling awal mengalami penurunan. Pada lanjut usia yang
menderita demensia, gangguan yang terjadi
adalah mereka tidak dapat mengingat peristiwa atau kejadian yang baru dialami,
akan tetapi hal-hal yang telah lama terjadi, masih diingat. Keadaan ini sering
menimbulkan salah paham dalam keluarga. Oleh sebab itu dalam proses pelayanan
terhadap lanjut usia, sangat perlu dibuatkan tanda-tanda atau rambu-rambu baik
berupa tulisan, atau gambar untuk membantu daya ingat mereka. Misalnya dengan
tulisan JUM’AT, TANGGAL 26 APRIL 2002 dan
sebagainya, ditempatkan pada tempat yang strategis yang mudah dibaca / dilihat.
Motivasi
Motivasi adalah fenomena kejiwaan yang mendorong
seseorang untuk
13
bertingkah laku demi mencapai sesuatu yang diinginkan atau yang dituntut
oleh lingkungannya.
Motivasi dapat bersumber dari fungsi kognitif dan fungsi afektif. Motif
Kognitif lebih menekankan pada kebutuhan manusia akan informasi dan untuk
mencapai tujuan tertentu. Motif ini mendorong manusia untuk belajar dan ingin
mengetahui. Motif Afektif lebih menekankan aspek perasaan dan kebutuhan
individu untuk mencapai tingkat emosional tertentu. Motif ini akan mendorong
manusia untuk mencari dan mencapai kesenangan dan kepuasan baik fisik, psikis
dan sosial dalam kehidupannya dan individu akan menghayatinya secara subyektif.
Pada lanjut usia, motivasi baik kognitif maupun afektif untuk
mencapai/memperoleh sesuatu cukup besar, namun motivasi tersebut seringkali
kurang memperoleh dukungan kekuatan fisik maupun psikologis, sehingga hal-hal
diinginkan banyak berhenti di tengah jalan.
Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan termasuk dalam proses pemecahan
masalah. Pengambilan keputusan pada umumnya berdasarkan data yang terkumpul,
kemudian dianalisa, dipertimbangkan dan dipilih alternatif yang dinilai positif
( menguntungkan ) kemudian baru
diambil suatu keputusan. Pengambilan keputusan pada lanjut usia sering lambat
atau seolah-olah terjadi penundaan, oleh sebab itu, mereka membutuhkan petugas
atau pendamping yang dengan sabar sering mengingatkan mereka. Keputusan yang
diambil tanpa dibicarakan dengan mereka, akan menimbulkan kekecewaan dan
mungkin dapat memperburuk kondisinya. Oleh karena itu dalam pengambilan
keputusan, kaum tua tetap dalam posisi yang dihormati.
Kebijaksanaan
Bijaksana (wisdom) adalah aspek kepribadian (personality), merupakan
kombinasi dari aspek kognitif, afektif dan konatif. Kebijaksanaan menggambarkan
sifat dan sikap individu yang mampu mempertimbangkan antara baik dan buruk
serta untung ruginya sehingga dapat bertindak secara adil atau bijaksana.
Kebijaksanaan sangat tergantung dari tingkat kematangan kepribadian seseorang.
Atas dasar hal tersebut, dalam melayani lanjut usia termasuk psikogeriatik
mereka harus memperoleh pelayanan yang penuh bijaksana sehingga kebijaksanaan
yang ada pada masing-masing individu yang dilayani tetap terpelihara.
14
ü
Fungsi Afektif
Fungsi Afektif (emosi/perasaan) adalah fenomena kejiwaan yang dihayati
secara subyektif sebagai sesuatu yang menimbulkan kesenangan atau kesedihan.
Afeksi (emosi/perasaan) pada dasarnya dibedakan atas :
· Biologis, meliputi perasaan indera (panas, dingin, pahit, asin dsb),
perasaan vital (lapar, haus, kenyang dsb) dan perasaan naluriah (kasih sayang,
cinta, takut dsb)
· Psikologis, meliputi : perasaan diri, perasaan sosial, perasaan etis,
estetis, perasaan intelek serta perasaan religius.
Pada usia
lanjut umumnya afeksi atau perasaan tetap berfungsi dengan baik dan jika ada
yang mengalami penurunan seringkali adalah afeksi biologis, sebagai akibat dari
penurunan fungsi organ tubuh. Sedangkan afeksi psikologis relatif tetap
berperan dengan baik, bahkan makin mantap, kecuali bagi mereka yang mempunyai
masalah fisik ataupun mental. Usia lanjut kadang-kadang menunjukkan hidup emosi
yang kurang stabil, hal ini dapat ditangkap sebagai tanda bahwa terdapat
masalah atau ada hal-hal yang sifatnya patologis yang tidak mudah diamati,
karena itu perlu dikonsultasikan kepada para ahli.
Penurunan fungsi afektif nampak jelas pada usia lanjut yang sangat tua
(diatas 90 tahun), penurunan tersebut sering diikuti oleh tingkah laku regresi,
misalnya mengumpulkan segala macam barang kedalam tempat tidur. Pada umur tersebut,
sering terjadi fungsi mentalnya semakin buruk dan sering tidak tertolong dengan
upaya terapi. Ada juga yang mengatakan lima tahun terakhir pada usia lanjut
yang sangat tua tersebut sering terjadi tragedi penurunan segala fungsi mental
yang semakin memburuk dan sering tidak tertolong dalam upaya terapi.
Sehubungan dengan fungsi afektif dalam pelayanan kesehatan jiwa usia lanjut
perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Jika petugas menjumpai lansia dengan emosi yang labil atau menurun
fungsi mental lainnya, maka perlu diwaspadai kemungkinan adanya masalah mental
emosional atau hal-hal yang patologis. Untuk itu perlu pemeriksaan para ahli.
15
b. Jika petugas mendapatkan lansia yang sangat tua (very old)
disertai penurunan fungsi mental yang drastis, maka perlu dilakukan upaya-upaya
terapi dan pelayanan yang sesuai dengan kondisi lansia tersebut.
ü
Fungsi Konatif (Psikomotor)
Konatif atau
psikomotor adalah fungsi psikis yang melaksanakan tindakan dari apa yang telah
diolah melalui proses berpikir dan perasaan ataupun kombinasinya. Konatif
mengandung aspek psikis yang melakukan dorongan kehendak baik yang positif
maupun yang negatif, disadari maupun tidak disadari.
Pada usia
lanjut umumnya dorongan dan kemauan masih kuat, akan tetapi kadang-kadang
realisasinya tidak dapat dilaksanakan, karena membutuhkan organ atau fungsi
tubuh yang siap/ mampu melaksanakannya. Misalnya usia lanjut yang ingin sekali
untuk dapat memenuhi kebutuhan dirinya (activity daily living) tanpa
bantuan orang lain. Ia ingin dapat makan dengan cepat, keluar masuk kamar mandi
sendiri. Namun keinginan tersebut yang tanpa mengingat kondisi dirinya yang
sudah menurun justru akan sering menimbulkan kecelakaan pada usia lanjut.
Atas dasar
hal tersebut implikasi yang perlu diperhatikan dalam pelayanan terhadap usia
lanjut termasuk psikogeriatiknya yang berhubungan dengan fungsi konatif, usia
lanjut perlu dibantu untuk memilih hal yang penting agar mereka tidak ragu
dalam berbagai keinginannya. Perlu pula diperhatikan keadaan yang dapat
menimbulkan resiko bagi usia lanjut.
2. Kepribadian
Kepribadian adalah semua corak kebiasaan manusia yang
terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri
terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak kebiasaan
ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan
kepribadian itu bersifat dinamis artinya selama individu masih tetap belajar
dan bertambah pengetahuan, pengalaman serta keterampilannya, ia akan semakin
matang dan mantap. Pada usia lanjut yang sehat, kepribadiannya tetap berfungsi
baik, kecuali mereka dengan masalah kesehatan jiwa atau tergolong patologik.
16
Dalam
pelayanan usia lanjut termasuk psikogeriatik, hendaknya memperhatikan
fungsi-fungsi psikologik diatas agar pelayanan yang dilakukan dapat membantu
mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik, psikologik dan sosial usia
lanjut.
3. Pendekatan Sosial Budaya
Ahli sosiologi
membuat "disengagement theory of aging" yang berarti bahwa ada proses
pelepasan ikatan atau penarikan diri secara pelan-pelan tapi pasti dan teratur
daripada individu-individu atau masyarakat terhadap satu sama lainnya, dan
proses ini adalah terjadi secara alamiah dan tak dapat dihindarkan, dan hal ini
akan terjadi dan berlangsung sampai kepada penarikan diri yang terakhir, yaitu
mati.
Teori
lainnya adalah "Continuity Theory" yang berdasarkan atas asumsi bahwa
"identity" adalah fungsi daripada hubungan dan interaksi dengan orang
lain. Seseorang yang lebih sukses akan tetap memelihara interaksi dengan
masyarakat setelah masa pensiunnya, melibatkan diri dengan wajar dengan
masalah-masalah masyarakat, keluarga dan hubungan perseorangan. Mereka tetap memelihara
identitasnya dan kekuatan egonya.
Teori
lainnya ialah "Activity Theory" yaitu yang menjelaskan bahwa orang
yang masa mudanya sangat aktif dan terus juga memelihara keaktifannya setelah
dia menua. Ahli jiwa mengatakan bahwa " sense of integrity" dibangun
semasa muda dan akan tetap terpelihara sampai tua.
Ericson,
membuat suatu ringkasan tentang fase-fase perkembangan manusia sejak bayisampai
tua, yang mana tiap fase menerangkan tentang adanya krsisis-krisis untuk
memilih antara kearah mana seseorang akan berkembang. Dalam fase terakhir
disebut bahwa ada pilihan antara : " sense of integrity" dan "
Sense of despair" karena adanya rasa takut akan kematian.
Pada masa tua terjadi krisis antara deferensiasi egonya (ego
differentitation) melawan preokupasi peranannya dalam bekerja (work role
preoccupation). Hal ini dipengaruhi oleh pikiran-pikiran tentang pensiun.
Juga
ditambahkan bahwa pada masa ini ada krisis, seseorang itu dapat
17
membangun suatu hubungan-hubungan yang memuaskan
dengan orang lain dan mengembangkan aktivitas-aktivitas yang kreatif untuk
melawan pikiran-pikiran yang terpusat kepada kemunduran-kemunduran fisiknya.
4. Beberapa Saran
Demi menjaga
kesejahteraan para lansia dalam menikmati hari tua mereka, maka dalam pelayanan
terhadap mereka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Kegiatan yang sifatnya kegiatan kognitif sebaiknya tetap diadakan
sepanjang yang bersangkutan (lansia) masih bersedia
b. Untuk membantu daya ingat para lansia, sebaiknya di tempat-tempat yang
strategis dalam pelayanan ditulis hari, tanggal dan sebagainya dengan huruf
ukuran besar dan jelas.
c. Ditempat-tempat tertentu misalnya ruang tamu, kamar mandi, ruang makan,
lemari pakaian dan sebagainya sebaiknya diberi tulisan atau tanda khusus yang
mudah dikenali oleh para lansia.
d. Bentuk tempat tidur, kursi, pintu, jendela dan sebagainya yang sering
kali mereka gunakan/lewati/pegang seyogyanya dibuat sederhana, kuat dan mudah
dipergunakan. Bila perlu diberi alat bantu yang memudahkan untuk berjalan,
bangun, duduk dan sebagainya. Hal tersebut sangat penting untuk menambah rasa
aman mereka dan memperkecil bahaya.
e. Bentuk kamar mandi khusus sebaiknya dibuat untuk keperluan mereka,
misalnya bak kamar mandi tidak terlalu dalam, tidak menggunakan tangga atau
tanjakan. Demikian pula jamban dibuatkan sehinga mudah digunakan mereka dan
pada dinding sebaiknya ada pegangan. Bila fasilitas terpenuhi mereka akan
merasa aman dan bahaya pun akan
berkurang.
f. Pengaturan tempat duduk waktu makan, istirahat bersama sebaiknya
mempermudah mereka untuk melakukan interaksi sosial. Hindari susunan kursi /
tempat duduk yang saling membelakangi, karena akan membuat para lansia tidak
dapat berinteraksi dengan leluasa. Satu kelompok diusahakan antara 4 sampai 6
orang untuk suatu kegiatan agar lebih efisien.
g. Biasakan mereka untuk memiliki kebiasaan yang positif misalnya buang
sampah, meludah dan sebagainya pada tempat yang tersedia. Hindarkan mereka dari
kebiasaan buruk seperti mengisolasi diri, menarik diri dari pergaulan dengan
rekan-rekannya dan sebagainya.
1.11. UPAYA PELAYANAN KESEHATAN USIA LANJUT
1. Promosi
Untuk mencapai usia lanjut
sehat, tua berguna, bahagia dan sejahtera ialah dengan mengaktifkan fisik,mental
dan sosial ditujukan pada usia 45-59 tahun.Peran petugas kesehatan sebagai
penyuluh bagi individu yang berada pada usia pertengahan (middle adult) antara lain dengan melakukan hal-hal sebagai berikut :
• Mendapatkan data - data yang
berkaitan dengan keadaan
saat itu , minimal diketahui berat dantinggi badan, denyut
nadi, tekanan darah, keluhan fisik dan penyakit yang diderita.
• Mendapatkan data mengenai pola
dan cara hidup mereka , Mendapatkan data-data kondisi psikologis, yang mungkin tertampil dalam keluhan fisik
yang diungkapkan.Berdasarkan data-data tersebut petugas kesehatan memberikan
informasi dan penyuluhan pada keluarga danmasyarakat tentang hal-hal yang perlu
diketahui tentang usia lanjut. Bila ada masalah fisik dan psikologisyang
memerlukan penanganan lebih lanjut, petugas kesehatan perlu memberikan rujukan
pada ahli sesuaidengan kondisi dan keperluan usia lanjut.
Mensosialisasikan tentang persiapan sebelum memasuki
usia lanjut sebagai berikut :
a. Menjadi tua diterima
dengan ikhlas dan realistis.
b. Menjadi tua dihadapi
dengan sikap mental yang positif dan optimistik.
c. Berperilaku hidup sehat,
mencegah penyakit dan tetap memelihara kebugaran.
d. Membangun, membina, dan
memelihaia hubungan sosial.
e. Meningkatkan terus ilmu dan
keterampilan sebagai bekal menjalani hidup yang
bermanfaat sosial ataupun ekonomi.
f. Apa yang telah terjadi
diterima sebagai takdir.
g. Tetap aktif, jasmani dan
rohani, sebab kehidupan yang "pasif' akan mempercepat proses penuaan.
h. Berusaha menjadi subyek
selama mungkin dalam kehidupan.
i. Meningkatkan kehidupan
spiritual dengan mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa.
Untuk
membantu mengatasi, mengurangi perasaan yang negatif, maka petugas kesehatan
sebaiknya berperilaku sebagai berikut :
• Bersikap ramah, lembut dan
sabar mengahadapi usia lanjut.
• Mau mendengar keluhan.
• Mau membantu dan melayani
keperluannya.
• Mau memberikan informasi yang membuatnya merasa tenang.
• Mau memberikan dorongan,
bujukan, petunjuk dan saran yang membesarkan hatinya.
• Mau memahami dan dapat
menghayati perasaannya serta bersikap menerima apa adanya.
2. Prevensi
a.
Meningkatkan Pengertian dan Perhatian Petugas Kesehatan
Diharapkan agar petugas
kesehatan dalam melaksanakan kegiatan pelayanannya pada usia lanjut tidak hanya
memperhatikan keluhan-keluhan yang dikemukakan oleh meraka tapi juga
mempertimbangkanadanya faktor-faktor- lain yang mendasari keluhan tersebut
seperti masalah psikologis, sosial, budayaatau kemungkinan adanya masalah
mental emosional.Tersedianya loket khusus dan sarana lainnya di fasilitas
pelayanan kesehatan bagi usia lanjutmerupakan hal yang perlu diperhatikan
terutama bagi usia lanjut dengan alat bantu seperti kursi roda.Penanganan
secara holisitik dengan sikap yang ramah, sopan dan hormat merupakan
pelayanan yangdiidamkan oleh usia lanjut.
b. Mensosialisasikan Usia
Lanjut Sejahtera
Yang dimaksud dengan
sejahtera adalah terpenuhinya kebutuhan lahir dan batin. Kebutuhan batindisebut
juga "basic needs" bersifat immaterial dan universal, kebutuhan lahir
disebut juga "instrumentalneed" bersifat material dan sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor social , budaya ,ekonomi , dsb .
BAB III
PENUTUP
1.1. KESIMPULAN
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat memberikan peranan penting dalam mencapai
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya dalam
masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut
telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan
budaya bisa memberikan dampak positif maupun negatif.
Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan pasien lansia biasanya dipelajari pada masyarakat yang terisolasi
dimana cara - cara hidup mereka tidak berubah selama beberapa
generasi, walaupun mereka merupakan sumber
data-data bilogis yang penting dan model antropologi yang berguna ,
lebih penting lagi untuk memikirkan bagaimana mengubah kebudayaan mereka itu.
Perawat harus
selalu menjaga hubungan yang efektif dengan masyarakat ‘pasien’ dengan selalu mengadakan komunikasi efektif demi meningkatkan status kesehatan lansia dan mendukung keberhasilan pemerintah dalam bidang
kesehatan berbasis publik .
1.2. SARAN
Makalah
dibuat berdasarkan kebutuhan seorang mahasiswa sebagai tanggung jawabnya dalam menyelesaikan
tugas sebuah mata kuliah. Diperlukan bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing
sehingga kiranya makalah tersebut dapat menjadi sesuatu yang lebih berguna di
masa yang akan datang.
Penyusunan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan olehnya itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sebagai bahan ajar untuk penyusunan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
·
Leininger. M & McFarland. M.R,
(2002), Transcultural Nursing : Concepts,
Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill
Companies.
Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill
Companies.
·
Royal College of Nursing (2006),
Transcultural Nursing Care of Adult ; Section One Understanding The Theoretical
Basis of Transcultural Nursing Care Ditelusuri tanggal 14 Oktober
2006 dari
·
Transcultural
Nursing Care of Adult ; Section Two. Transcultural NursingModels ; Theory and
Practice, Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari
·
Transcultural
Nursing Care of Adult ; Section Three Application of Transcultural Nursing
Models, Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari
http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar