Senin, 17 Desember 2012

Makalah aspek sosial budaya pada pasien lansia


MAKALAH ISB 119
ASPEK SOSIAL BUDAYA PADA PASIEN LANSIA




Disusun Oleh:

                                          1. Diah Pytaloka       
                                          2. Livia Krunia                   
                                          3. Nurina                           
                                          4. Sinta Herdina P.    
                                          5. Yayuk Widyas Tuti       


PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN
STIKES PEMKAB JOMBANG
TAHUN 2012 – 2013


i
KATA PENGANTAR

Alhamdullillahhirobil alamin, segala puji kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya tercurahkan kepada kita yang tak terhingga ini, sholawat serta salam kita panjatkan kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW dan keluarganya, sahabatnya, beserta pengikutnya sampai akhir zaman amin ya robal alamin.
Karena anugerah dan bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang merupakan salah satu tugas dari mata kuliah ISB 119 tepat waktu. Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini banyak sekali terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu ,  kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami khususnya dan kepada para pembaca umumnya.



                           Jombang , 17 Oktober 2012
               Dosen Pembimbing ,


               Pepin Nuhariani, S.Kep., Ns.


ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul....................................................................................................................     i
Kata Pengantar...................................................................................................................     ii
Daftar isi.............................................................................................................................    iii
BAB  I     PENDAHULUAN                                                                                               
         1.1.   Latar Belakang..................................................................................................     1
         1.2.   Rumusan Masalah.............................................................................................    1
         1.3.   Tujuan...............................................................................................................     2
BAB  II    PEMBAHASAN
         1.1    Pengaruh sosial budaya pada kesehatan lansia.................................................    3
         1.2    Mata rantai antara kebudayaan dan kesehatan lansia.......................................     4
         1.3    Permasalahan aspek sosial budaya....................................................................     5
         1.4    Ruang lingkup permasalahan kesehatan...........................................................    5
         1.5    Kebudayaan dan perubahannya........................................................................     5
         1.6    Kebudayaan dan sistem pelayanan kesehatan lansia........................................     6
         1.7    Sosial dan kultural yang mempengaruhi pelayanan kesehatan lansia..............     7
         1.8    Konsep – konsep yang relevan dengan budaya................................................     8
         1.9    Perbedaan budaya.............................................................................................     9
         1.10  Pendekatan pelayanan kesehatan pasien lansia ...............................................    11
         1.11   Upaya pelayanan kesehatan lansia...................................................................    19
BAB  III    PENUTUP                                     
         1.1    Kesimpulan…...................................................................................................    22
         1.2    Saran….............................................................................................................    22
DAFTAR PUSTAKA


iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
 Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang banyak membawa perubahan terhadap kehidupan manusia baik dalam hal perubahan pola hidup maupun tatanan sosial termasuk dalam bidang kesehatan yang sering dihadapkan dalam suatu hal yang berhubungan langsung dengan norma dan budaya yang dianut oleh masyarakat yang bermukim dalam suatu tempat tertentu.
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat  memberikan peranan penting dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negative.
Hubungan antara budaya dan kesehatan  sangatlah erat hubungannya, sebagai salah satu contoh suatu masyarakat desa yang sederhana dapat bertahan dengan cara pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mereka. Kebudayaan atau kultur dapat membentuk kebiasaan dan respons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masyarakat tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah penting bagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan kesehatan, tapi juga membuat mereka mengerti tentang proses terjadinya suatu penyakit dan bagaimana meluruskan keyakinan atau budaya yang dianut hubungannya dengan kesehatan.

1.2. RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana aspek sosial budaya yang berkaitan dengan pengaruh sosial budaya pada pasien lansia ?
2.      Bagaimana cara mengkaji tentang mata rantai antara kebudayaan dan kesehatan ?
3.      Apa saja pengaruh sosial budaya terhadap pelayanan kesehatan pada pasien lansia ?
4.      Bagaimana cara mengkaji tentang kebudayaan dan perubahannya ?
5.       Aspek sosial dan kultural apa saja yang mempengaruhi pelayanan kesehatan lansia ?
1
6.      Apa saja konsep - konsep yang relevan dengan budaya ?

1.3. TUJUAN
Ø  Tujuan Umum
Untuk mengetahui asuhan keperawatan lansia dari aspek sosial budaya .
Ø  Tujuan Khusus
1.   Agar penyusun lebih mengetahui tentang peran sosial dan budaya lansia.
2.   Semoga makalah ini bisa dijadikan bahan referensi yang terkait mengenai askep lansia.
3.   Sebagai bahan belajar dan pengetahuan tentang penanganan lansia dalam lingkungan sosial .






















2
BAB II
PEMBAHASAN

1.1. PENGARUH SOSIAL BUDAYA PADA KESEHATAN LANSIA
Apakah kebudayaan itu ?  Mungkin semua orang mengerti apa kebudayaan itu , tapi tidak setiap orang dapat  menjelaskannya . Sebagian orang menjelaskan bahwa kebudayaan itu adalah sikap hidup yang khas dari sekelompok individu yang dipelajari secara turun temurun , tetapi sikap hidup ini ada kalanya malah mengundang resiko bagi timbulnya suatu  penyakit . Kebudayaan tidak dibatasi oleh suatu batasan tertentu yang sempit , tetapi mempunyai struktur-struktur yang luas sesuai dengan perkembangan dari masyarakat itu sendiri.
Hubungan antara faktor sosial budaya dan pelayanan kesehatan pada lansia sangatlah penting untuk di pelajari khususnya bagi tenaga kesehatan. Bila suatu informasi kesehatan yang baru akan di perkenalkan kepada masyarakat haruslah di barengi dengan mengetahui terlebih dahulu tentang latar belakang sosial budaya yang dianut di dalam masyarakat tersebut.
Kebudayaan yang dianut oleh masyarakat tertentu tidaklah kaku dan bisa untuk di rubah, tantangannya adalah mampukah tenaga kesehatan memberikan penjelasan dan informasi yang rinci tentang pelayanan kesehatan yang akan di berikan kepada masyarakat . Ada banyak cara yang bisa dilakukan , mulai  dari perkenalan program kerja, menghubungi tokoh-tokoh masyarakat maupun melakukan pendekatan secara personal .
Sikap budaya terhadap warga usia lanjut mempunyai implikasi yang dalam terhadap kesejahteraan fisik maupun mental mereka. Pada masyarakat tradisional warga usia lanjut ditempatkan pada kedudukan yang terhormat, sebagai Pinisepuh atau Ketua Adat dengan tugas sosial tertentu sesuai adat istiadatnya, sehingga warga usia lanjut dalam masyarakat ini masih terus memperlihatkan perhatian dan partisipasinya dalam masalah - masalah kemasyarakatan. Hal ini secara tidak langsung berpengurah kondusif bagi pemeliharaan kesehatan fisik maupun mental mereka. Sebaliknya struktur
3
kehidupan masyarakat modern sulit memberikan peran fungsional pada warga usia lanjut, posisi mereka bergeser kepada sekedar peran formal, kehilangan pengakuan akan kapasitas dan kemandiriannya. Keadaan ini menyebabkan warga usia lanjut dalam masyarakat modern menjadi lebih rentan terhadap tema - tema kehilangan dalam perjalanan hidupnya.Era globalisasi membawa konsekuensi pergeseran budaya yang cepat dan terus menerus , membuat nilai - nilai tradisional sulit beradaptasi. Warga usia lanjut yang hidup pada masa sekarang,seolah-olah dituntut untuk mampu hidup dalam dua dunia yakni : kebudayaan masa lalu yang telah membentuk sebagian aspek dari kepribadian dan kekinian yang menuntut adaptasi perilaku. Keadaan ini merupakan ancaman bagi integritas egonya, dan potensial mencetuskan berbagai masalah kejiwaan .
1.2. MATA RANTAI ANTARA KEBUDAYAAN DAN KESEHATAN LANSIA
Didalam masyarakat sederhana, kebiasaan hidup dan adat istiadat dibentuk untuk mempertahankan hidup diri sendiri dan kelangsungan hidup suku mereka. Berbagai kebiasaan dikaitkan dengan kehamilan, kelahiran, pemberian makanan bayi, yang bertujuan supaya reproduksi berhasil, ibu dan bayi selamat. Dari sudut pandang modern ,tidak semua kebiasaan itu baik. Ada beberapa yang kenyataannya malah merugikan.
Menjadi sakit memang tidak diharapkan oleh semua orang apalagi penyakit-penyakit yang berat dan fatal. Masih banyak masyarakat yang tidak mengerti bagaimana penyakit itu dapat menyerang seseorang. Ini dapat dilihat dari sikap mereka terhadap penyakit tersebut. Ada kebiasaan dimana setiap orang sakit diisolasi dan dibiarkan saja. Kebiasaan ini ini mungkin dapat mencegah penularan dari penyakit-penyakit infeksi seperti cacar dan TBC.
Bentuk pengobatan yang di berikan biasanya hanya berdasarkan anggapan mereka sendiri tentang bagaimana penyakit itu timbul. Kalau mereka menganggap penyakit itu disebabkan oleh hal-hal yang supranatural atau magis, maka digunakan pengobatan secara tradisional. Pengobatan modern dipilih bila meraka duga penyebabnya adalah faktor ilmiah. Ini dapat merupakan sumber konflik bagi tenaga kesehatan, bila ternyata pengobatan yang mereka pilih berlawanan dengan pemikiran secara medis.
Didalam masyarakat industri modern iatrogenic disease merupakan problema. Budaya menuntut merawat penderita di rumah sakit, pada hal rumah sakit itulah tempat ideal bagi penyebaran kuman-kuman yang telah resisten terhadap anti biotika .
4
1.3. PERMASALAHAN ASPEK SOSIAL BUDAYA
Menurut Setiabudhi (1999), permasalahan sosial budaya lansia secara umum yaitu masih besarnya jumlah lansia yang berada di bawah garis kemiskinan, makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga kecil, akhirnya kelompok masyarakat industri yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lansia, masih rendahnya kuantitas tenaga professional dalam pelayanan lansia dan masih terbatasnya sarana pelayanan pembinaan kesejahteraan lansia, serta belum membudayanya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lansia .
1.4. RUANG LINGKUP PERMASALAHAN KESEHATAN
   Pada umumnya disepakati bahwa kebugaran dan kesehatan mulai menurun pada usia setengah baya.Penyakit-penyakit degeneratif mulai menampakkan diri pada usia ini. Namun demikian kenyataan menunjukkan bahwa kebugaran dan kesehatan pada usia lanjut sangat bervariasi. Statistik menunjukkan bahwa usia lanjut yang sakit-sakitan hanyalah sekitar 15-25%, makin tua tentu presentase ini semakin besar. Demikian pula usia lanjut yang tidak lagi dapat melakukan "aktivitas sehari-hari"(Activities of Daily Living) hanya 5-15%, tergantung dari umur. Di samping faktor keturunan dan lingkungan, nampaknya perilaku (hidup sehat) mempunyai peran yang cukup besar. Perilaku hidup sehat harus dilakukan sebelum usia lanjut (bahkan jauh-jauh sebelumnya). Perilaku hidup sehat, terutama adalah perilaku individu, dilandasi oleh kesadaran,keimanan dan pengetahuan. Menjadi tua secara sehat (normal ageing, healthy ageing) bukanlah satu kemustahilan, tapi sesuatu yang bisa diusahakan dan diperjuangkan. Seyogyanya dianut paradigma,mencegah dan mengendalikan faktor-faktor risiko sebaik mungkin, kemudian menunda kesakitan dan cacat selama mungkin.
1.5. KEBUDAYAAN DAN PERUBAHANNYA
Tentu saja kebudayaan itu tidak statis , kecuali mungkin pada masyarakat pedalaman yang terpencil . Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan lansia biasanya
dipelajari pada masyarakat yang terisolasi dimana cara - cara hidup mereka tidak berubah
selama beberapa generasi , walaupun mereka merupakan sumber  data - data biologis
5
yang penting dan model antropologi yang berguna , lebih penting lagi untuk memikirkan
bagaimana mengubah kebudayaan mereka itu. Pada Negara dunia ke 3 laju perkembangan ini cukup cepat, dengan  berkembangnya suatu masyarakat perkotaan dari masyarakat pedesaan. Ide-ide tradisional yang turun temurun, sekarang telah di modifikasi dengan pengalaman-pengalaman dan ilmu pengetahuan baru. Sikap terhadap penyakit pun banyak mengalami perubahan .Kaum muda dari pedesaan meninggalkan lingkungan mereka menuju kekota. Akibatnya tradisi budaya lama di desa makin tersisih. Meskipun lingkungan dari masyarakat kota modern dapat di kontrol dengan tekhnologi, setiap individu didalamnya adalah subjek dari pada tuntutan ini, tergantung dari kemampuannya untuk beradaptasi.
Problema dalam menganalisa perubahan kebudayaan apakah memberikan dampak yang sangat besar sulit diukur, sebagai contoh kenaikan tekanan darah pada para penduduk yang berimigrasi ke kota. Kenyataan ini tidak dapat di pungkiri .tetapi apakah penyebabnya ? kebudayaan?, lingkungan? Atau biologis? Masih merupakan tanda Tanya.
Bila mana budaya itu berubah suatu adaptasi yang sukses tidak hanya tergantung pada Setiap masyarakat faktor lingkungan dan biologis . Kemampuan untuk memodifikasi beberapa segi budaya juga penting .
1.6. KEBUDAYAAN DAN SISTEM PELAYANAN KESEHATAN LANSIA
Bila suatu bentuk pelayanan kesehatan baru diperkenalkan ke dalam suatu masyarakat dimana faktor-faktor budaya masih kuat. Biasanya dengan segera mereka akan menolak dan memilih cara pengobatan tradisional sendiri. Apakah mereka akan memilih cara baru atau lama, akan memberi petunjuk kepada kita akan kepercayaan dan harapan pokok mereka lambat laun akan sadar apakah pengobatan baru tersebut berfaedah , sama sekali tidak berguna, atau lambat memberi pegaruh. Namun mereka lebih menyukai pengobatan tradisional karena berhubungan erat dengan dasar hidup mereka. Maka cara baru itu akan dipergunakan secara sangat terbatas, atau untuk kasus-kasus tertentu saja.
Pelayanan kesehatan yang modern oleh sebab itu harus disesuaikan dengan kebudayaan setempat, akan sia-sia jika ingin memaksakan sekaligus cara-cara modern
dan menyapu semua cara-cara tradisional . Bila tenaga kesehatan berasal dari lain suku atau bangsa, sering mereka merasa asing dengan penduduk setempat . ini tidak akan terjadi jika tenaga kesehatan tersebut berusaha mempelajari kebudayaan mereka dan
6
menjembatani jarak yang ada diantara mereka. Dengan sikap yang tidak simpatik serta tangan besi, maka jarak tersebut akan semakin lebar. Setiap masyarakat mempunyai cara pengobatan dan kebiasaan yang berhubungan dengan ksehatan masing-masing. Sedikit usaha untuk mempelajari kebudayaan mereka  akan mempermudah memberikan gagasan yang baru yang sebelumnya tidak mereka terima.
Pemuka - pemuka di dalam masyarakat itu harus diyakinkan sehingga mereka dapat memberikan dukungan dan yakin bahwa cara - cara baru tersebut bukan untuk melunturkan kekuasaan mereka  tetapi sebaliknya akan memberikan manfaat yang lebih besar .Pilihan pengobatan dapat menimbulkan kesulitan. Misalnya , bila pengobatan tradisional biasanya mengunakan cara-cara menyakitkan seperti mengiris-iris bagian tubuh atau dengan memanasi penderita , akan tidak puas hanya dengan memberikan pil untuk diminum . Hal tersebut diatas bisa menjadi suatu penghalang dalam memberikan pelayanan kesehatan, tapi dengan berjalannya waktu mereka akan berfikir dan menerima.
1.7. SOSIAL DAN KULTURAL YANG MEMPENGARUHI PELAYANAN KESEHATAN LANSIA
Yang dipakai sebagai pokok pembicaraan dari bab ini adalah tentang kesehatan lansia yang bukan hanya berdasarkan pengetahuan dari penyakit fisik saja , tetapi juga atas pengaruh dari sosial kultural . Sering kali perawat harus merencanakan dan memberikan asuhan kepada individu / keluarga ‘pasien lansia ‘  yang kepercayaan kesehatannya berbeda dari faham perawat . Guna memberikan pelayanan yang efektif dan cocok perawat harus mengenal pentingnya pengaruh  budaya dan lain - lain kultural .
Secara sosial seseorang yang memasuki usia lanjut juga akan mengalami perubahan - perubahan. Perubahan ini akan lebih terasa bagi seseorang yang menduduki jabatan atau pekerjaan formal. la akan merasa kehilangan semua perlakuan yang selama ini didapatkannya seperti dihormati, diperhatikan dan diperlukan. Bagi orang-orang yang tidak mempunyai waktu atau tidak merasa perlu untuk bergaul diluar lingkungan pekerjaannya, perasaan kehilangan ini akan berdampak pada semangatnya, suasana hatinya dan kesehatannya. Di dalam keluarga, peranannya-pun mulai bergeser. Anak-anak sudah "jadi orang", mungkin sudah punya rumah sendiri, tempat tinggalnya mungkin jauh. Rumah jadi sepi, orangtua seperti tidak punya peran apa-apa lagi.

7
1.8. KONSEP - KONSEP YANG RELEVAN DENGAN BUDAYA
a.  Holisme / Seutuhnya.
Antropologi percaya bahwa kebudayaan adalah fungsi yang terintegrasi seluruhnya dengan bagian interelasi dan interdependensi. Demikian juga budaya lebih baik dipandang dan dianalisa secara menyeluruh. Berbagai komponen dari budaya seperti politik, ekonomi, agama, persaudaraan dan system kesehatan, melakukan fungsi yang
terpisah tetapi kemudian bercampur membentuk perbuatan yang menyeluruh. Jadi untuk mengetahui system dari seseorang harus memandang masing-masing hubunganya dengan orang lain dan dari keseluruhan kulturnya. (Benedict, 1934)
Perubahan budaya biasanya mengundang tantangan – tantangan baru dan berbagai masalah. Perubahan meliputi adaptasi kreatif dari perilaku yang terdahulu yang disebabkan Karena bahasa, adapt, kepercayaa, sikap, tujuan, undang – undang, tradisi dank ode moral. Pada saat yang terdahulu sudah keluar dari mode atau kurang bias diterima dan menjadi sumber konflik yang potensial (Elling, ((1977).
b.    Enkulturasi
Adalah proses mendapatkan pengetahuan dan menghayati nilai-nilai. Melalui proses ini oran bias mendapatkan kompetensi dari budayanya sendiri. Anak-anak melihat orang tua dan mengambil kesimpulan tentang peraturan demi perilaku. Pola- pola perilaku menyajikan penjelasan untuk kejadian dalam penghidupan seperti, dilahirkan, maut, remaja, hamil, membesarkan anak, sakit penyakit .
c.    Etnosentris
Adalah suatu kepercayaan bahwa hanya sendiri yang terbaik. Sangat penting bagi perawat untuk tidak berpendapat bahwa hanya caranya sendiri yang terbaik dan menganggap ide orang lkain tidak diketahui atuau di pandang rendah.
d.    Stereotip
Stereotip atau sesuatu yang bersifat statis / tetap merupakan kepercayaan yang dibesar – besarkan dan gambaran yang dilukiskan dengan populer dalam media massa dan ilmu kebangsaan. Sifat ini juga menyebabkan tidak bekembangnya pemikiran seseorang.
e.     Nilai – nilai Budaya
Sistem budaya mengandung berbagai orientasi nilai. Nilai merupakan bentuk kepercayaan bagaimana seseorang harus berperilaku , kepercayaan adalah sesuatu pertanyaan yang tujuannya berpegang kepada kebenaran tapi mungkin boleh atau
8
tidak boleh berlandaskan kenyataan empiris. Salah satu elemen yang paling penting terbangun dalam budaya dan nilainya. Nilai ini bersama – sama memiliki budaya yang paling penting terbangun dalam budaya dan nilainya. Nilai ini bersama memberikan stabilitas dan keamanan budaya, menyajikan standart perilaku. Bila dua orang bersama – sama memiliki budaya yang serupa dan pengalamanya cenderung serupa,
nilai – nilai mereka akan serupa , walaupun dua orang tersebut tidak mungkin pola nilai yang tetap serupa , namun mereka cukup serupa untuk mengenal kesamaan dan utuk mengidentifkasi” yang lain sama sepeti saya” (Gooenough, 1966) .
Konsep budaya menurut Linton adalah : suatu tatanan pola perilaku yang dipelajari, diciptakan, serta ditularkan di antara suatu anggota masyarakat tertentu . Batasan budaya menurut Koentjaraningrat adalah : keseluruhan system gagasan , tindakan dan Hasil karya manusia, dalam rangka kehidupan bermasyarakat, yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.Karakteristik budaya menurut TO. Ihromi adalah : A. Budaya diciptakan dan ditransmisikan lewat proses belajar . B. Budaya dimiliki bersama oleh sekelompok manusia dan merupakan pola kelakuan umum.C. Budaya merupakan mental blue print. D. Penilaian terhadap budaya bersifat relatif . Budaya bersifat dinamis, adaptif dan integratif.Pemahaman akan konsep budaya, membawa kita pada kesimpulan bahwa gagasan, perasaan dan perilakumanusia dalam kehidupan sosialnya sangat dipengaruhi oleh budaya yang berlaku di masyarakat. Demikianpula pergeseran ataupun perubahan pada tatanan budaya dalam suatu masyarakat akan diiringi denganperubahan perilaku dari individu yang hidup di dalamnya.Budaya tercipta sebagai upaya manusia untuk beradaptasi terhadap masalah - masalah yang timbul dari lingkungan hidupnya. Selanjutnya budaya mempengaruhi pembentukan dan perkembangan kepribadian manusia dalam kelompoknya. Interaksi keduanya membentuk suatu pola spesifik perilaku, proses pikir,emosi dan persepsi individu atau kelompok dalam bereaksi terhadap tekanan-tekanan kehidupan. Dengan demikian dapat dimengerti peranan budaya dalam masalah kesehatan jiwa.
1.9. PERBEDAAN BUDAYA
Sesungguhnya karena tradisi berbeda budaya dan peningkatan mobilitas dan memiliki standart pereilaku yang sama. Individu yang dibesarkan dalam kelompok seperti itu mengikuti budaya oleh norma-norma yang menentukan jalan pikiran dan perilaku mereka .
9
a.   Kolektifitas Etnis
adalah kelompok dengan asal yang umum, perasaan identitas dan memiliki standart perilaku yang sama. Individu yang bedasarkan dalam kelompok seperti itu mengikuti budaya oleh norma-norma yang menentukan jalan ikiran dan perilaku mereka ( Harwood, 1981 ) .
b.   Shok Budaya
adalah salah satu sebab karena bekerja dengan individu yang latar belakang kulturnya berbeda. Shock budaya sebagai perasaan yang tidak ada yang menolong ketidaknyamanan dan kondisi disoirentasi yang dialami oleh orang luar yang berusaha beradaptasi secara komprehensif atau secara efektif dengan kelompok yang berbeda akibat akibat paraktek nilai-nilai dan kepercayaan.( Leininger, 1976).
Perawat dapat mengurangi shock budaya dengan mempelajari tentang perpedaan kelompok budaya dimana ia terlibat. Pemting untuk perawat mengembangkan hormat kepada orang lain yang berbeda budaya sambil menghargai perasaan dirinya. Praktik perawatan kesehatan memerlukan toleransi kepercayaan yang bertentangan dengan perawat.
c.   Pola Komunikasi
Kendala yang paling nyata timbul bila kedua orang berbicara dengan bahasa ang berbeda. Kebiasaan berbahasa dari klien adalah salah satu cara untuk melihat isi dari budaya. Menurut Kluckhohn,1972, bahwa tiap bahasa adalah merupakan jalan khusus untuk meneropong dan interprestasi pengalaman tiap bahasa membuat tatanan seluruhnya dari asumsi yang tidak disadari tetang dunia dan penghidupan. Kendala untuk komunkasi bisa saja terjadi walaupun individu berbicara dengan bahasa yang
sama. Perawat kadang kesulitan untuk menjelaskan sesuatu dengan bahasa yang sederhana, bebas dari bahasa yang jlimet yang klien bisa menagkap. Sangat penting untuk menentukan ahwa pesan kita bisa diterima dan dimengerti maksudnya .
d.   Jarak Pribadi dan Kontak
Jarak pribadi adalah ikatan yang tidak terlihat dan fleksibel. Pengertian tentang jarak pribadi bagi perawat kesehatan masyarakat memungkinkan proses pengkajian dan peningkatan interaksi perawat klien. Profesional kesehatan merasa bahwa mereka mempunyai ijin keseluruh daerah badan klien. Kontak yang dekat sering diperlukan perawat saat pemeriksaan fisik, perawat hendaknya berusaha untuk mengurangi kecemasan dengan mengenal kebutuhan individu akan jarak dan berbuat yang sesuai
10
            untuk melindungi hak privasi.
e.   Padangan Sosiokultural tentang Penyakit dan Sakit
Budaya mempengaruhi harapan dan persepsi orang mengenai gejala cra memberi etika kepada penyakit, juga mempengaruhi bilamana, dan kepada siapa mereka harus mengkomunikasikan masalah – masalah kesehatan dan berapa lama mereka berada dalam pelayanan. Karena kesehatan dibentuk oleh faktor – faktor budaya, maka terdapat variasi dari perilaku pelayanan kesehatan, status kesehatan, dan pola – pola sakit dan pelayanan didalam dan diantara budaya yang berbeda – beda.
Perilaku pelayanan kesehatan merujuk kepada kegiatan-kegiatan sosial dan biologis individu yang disertai penghormatan kepada mempertahankan akseptabilitas status kesehatan atau perubahab kondisi yang tidak bisa diterima. Perilaku pelayanan kesehatan dan status kesehatan saling keterkaitkan dan sistem kesehatan ( Elling, 1977 ) .
1.10. PENDEKATAN PELAYANAN KESEHATAN PASIEN LANSIA
   Dalam pendekatan pelayanan kesehatan pada kelompok lanjut usia sangat perlu ditekankan pendekatan yang dapat mencakup sehat fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Hal tersebut karena pendekatan dari satu aspek saja tidak akan menunjang pelayanan kesehatan pada lanjut usia yang membutuhkan suatu pelayanan yang komprehensif. Pendekatan inilah yang dalam bidang kesehatan jiwa (mental health) disebut pendekatan eklektik holistik, yaitu suatu pendekatan yang tidak tertuju pada pasien semata-mata, akan tetapi juga mencakup aspek psikososial dan lingkungan yang menyertainya. Pendekatan Holistik adalah pendekatan yang menggunakan semua upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia, secara utuh dan menyeluruh.
Dilandasi oleh pemikiran diatas, maka pendekatan pelayanan kesehatan jiwa pada lanjut usia meliputi:
  • Pendekatan Biologis, yaitu pendekatan pelayanan kesehatan lansia yang menitikberatkan perhatian pada perubahan-perubahan biologis yang terjadi pada lansia. Perubahan-perubahan tersebut mencakup aspek anatomis dan fisiologis serta berkembangnya kondisi patologis yang bersifat multiple dan kelainan fungsional pada pasien-pasien lanjut usia.
11
  • Pendekatan Psikologis, yaitu pendekatan pelayanan kesehatan lansia yang menekankan pada pemeliharaan dan pengembangan fungsi-fungsi kognitif, afektif, konatif dan kepribadian lansia secara optimal.
  • Pendekatan Sosial Budaya, yaitu pendekatan yang menitikberatkan perhatiannya pada masalah-masalah sosial budaya yang dapat mempengaruhi lansia .
1. Pendekatan Psikologis
ü  Fungsi Kognitif
Kemampuan Belajar (Learning)
Lanjut usia yang yang sehat dalam arti tidak mengalami demensia atau gangguan Alzemeir, masih memiliki kemampuan belajar yang baik. Hal ini sesuai dengan prinsip belajar seumur hidup (long study) bahwa manusia itu memiliki kemampuan untuk belajar sejak dilahirkan sempai akhir hayat. Oleh karena sudak seyogyanya jika mereka tetap diberikan kesempatan untuk mempelajari sesuatu hal yang baru. Implikasi praktis dalam pelayanan kesehatan jiwa lanjut usia baik yang bersifat promotif-preventif, kuratif dan rehabilitatif adalah untuk memberikan kegiatan yang berhubungan dengan proses belajar yang sudah disuaikan dengan kondisi masing-masing lanjut usia yang dilayani.
Kemampuan Pemahaman (Comprehension)
Pada lanjut usia, kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian dipengaruhi oleh fungsi pendengarannya. Dalam pelayanan terhadap lanjut usia agar tidak timbul salah paham sebaiknya dilakukan kontak mata; saling memandang. Dengan kontak mata, mereka akan dapat membaca bibir lawan bicaranya, sehingga penurunan pendengarannya dapat diatasi dan dapat lebih mudah memahami maksud orang lain. Sikap yang hangat dalam berkomunikasi akan menimbulkan rasa aman dan diterima. Mereka akan lebih tenang, lebih senang, merasa aman, merasa diterima, merasa dihormati dan sebagainya.
Kinerja (Performance)
Pada lanjut usia yang sangat tua memang akan terlihat penurunan kinerja baik
12
secara kuantitatif maupun kualitatif. Penurunan itu bersifat wajar sesuai perubahan organ-organ biologis ataupun perubahan yang sifatnya patologis. Dalam pelayanan kesehatan jiwa lanjut usia, mereka perlu diberikan latihan-latihan ketrampilan untuk tetap mempertahankan kinerja .
Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Pada lanjut usia masalah-masalah yang dihadapi tentu semakin banyak. Banyak hal yang dahulunya dengan mudah dapat dipecahkan menjadi terhambat karena terjadi penurunan fungsi indra pada lanjut usia. Hambatan yang lain dapat berasal dari penurunan daya ingat, pemahaman dan lain-lain, yang berakibat bahwa pemecahan masalah menjadi lebih lama. Dalam menyikapi hal ini maka dalam pendekatan pelayanan kesehatan jiwa lanjut usia perlu diperhatikan ratio petugas kesehatan dan pasien lanjut usia.
Daya Ingat (Memory)
Daya ingat adalah kemampuan psikis untuk menerima, mencamkan, menyimpan dan menghadirkan kembali rangsangan/peristiwa yang pernah dialami seseorang. Daya ingat merupakan salah satu fungsi kognitif yang banyak berperan dalam proses berfikir, memecahkan masalah, maupun kecerdasan (intelegensia), bahkan hampir semua tingkah laku manusia itu dipengaruhi olah daya ingat. Pada lanjut usia, daya ingat merupakan salah satu fungsi kognitif yang seringkali paling awal mengalami penurunan. Pada lanjut usia yang menderita demensia, gangguan yang terjadi adalah mereka tidak dapat mengingat peristiwa atau kejadian yang baru dialami, akan tetapi hal-hal yang telah lama terjadi, masih diingat. Keadaan ini sering menimbulkan salah paham dalam keluarga. Oleh sebab itu dalam proses pelayanan terhadap lanjut usia, sangat perlu dibuatkan tanda-tanda atau rambu-rambu baik berupa tulisan, atau gambar untuk membantu daya ingat mereka. Misalnya dengan tulisan JUMAT, TANGGAL 26 APRIL 2002 dan sebagainya, ditempatkan pada tempat yang strategis yang mudah dibaca / dilihat.
Motivasi
Motivasi adalah fenomena kejiwaan yang mendorong seseorang untuk
13
bertingkah laku demi mencapai sesuatu yang diinginkan atau yang dituntut oleh lingkungannya. Motivasi dapat bersumber dari fungsi kognitif dan fungsi afektif. Motif Kognitif lebih menekankan pada kebutuhan manusia akan informasi dan untuk mencapai tujuan tertentu. Motif ini mendorong manusia untuk belajar dan ingin mengetahui. Motif Afektif lebih menekankan aspek perasaan dan kebutuhan individu untuk mencapai tingkat emosional tertentu. Motif ini akan mendorong manusia untuk mencari dan mencapai kesenangan dan kepuasan baik fisik, psikis dan sosial dalam kehidupannya dan individu akan menghayatinya secara subyektif. Pada lanjut usia, motivasi baik kognitif maupun afektif untuk mencapai/memperoleh sesuatu cukup besar, namun motivasi tersebut seringkali kurang memperoleh dukungan kekuatan fisik maupun psikologis, sehingga hal-hal diinginkan banyak berhenti di tengah jalan.
Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan termasuk dalam proses pemecahan masalah. Pengambilan keputusan pada umumnya berdasarkan data yang terkumpul, kemudian dianalisa, dipertimbangkan dan dipilih alternatif yang dinilai positif ( menguntungkan ) kemudian baru diambil suatu keputusan. Pengambilan keputusan pada lanjut usia sering lambat atau seolah-olah terjadi penundaan, oleh sebab itu, mereka membutuhkan petugas atau pendamping yang dengan sabar sering mengingatkan mereka. Keputusan yang diambil tanpa dibicarakan dengan mereka, akan menimbulkan kekecewaan dan mungkin dapat memperburuk kondisinya. Oleh karena itu dalam pengambilan keputusan, kaum tua tetap dalam posisi yang dihormati.
Kebijaksanaan
Bijaksana (wisdom) adalah aspek kepribadian (personality), merupakan kombinasi dari aspek kognitif, afektif dan konatif. Kebijaksanaan menggambarkan sifat dan sikap individu yang mampu mempertimbangkan antara baik dan buruk serta untung ruginya sehingga dapat bertindak secara adil atau bijaksana. Kebijaksanaan sangat tergantung dari tingkat kematangan kepribadian seseorang. Atas dasar hal tersebut, dalam melayani lanjut usia termasuk psikogeriatik mereka harus memperoleh pelayanan yang penuh bijaksana sehingga kebijaksanaan yang ada pada masing-masing individu yang dilayani tetap terpelihara.
14
ü  Fungsi Afektif
Fungsi Afektif (emosi/perasaan) adalah fenomena kejiwaan yang dihayati secara subyektif sebagai sesuatu yang menimbulkan kesenangan atau kesedihan. Afeksi (emosi/perasaan) pada dasarnya dibedakan atas :
· Biologis, meliputi perasaan indera (panas, dingin, pahit, asin dsb), perasaan vital (lapar, haus, kenyang dsb) dan perasaan naluriah (kasih sayang, cinta, takut dsb)
· Psikologis, meliputi : perasaan diri, perasaan sosial, perasaan etis, estetis, perasaan intelek serta perasaan religius.
            Pada usia lanjut umumnya afeksi atau perasaan tetap berfungsi dengan baik dan jika ada yang mengalami penurunan seringkali adalah afeksi biologis, sebagai akibat dari penurunan fungsi organ tubuh. Sedangkan afeksi psikologis relatif tetap berperan dengan baik, bahkan makin mantap, kecuali bagi mereka yang mempunyai masalah fisik ataupun mental. Usia lanjut kadang-kadang menunjukkan hidup emosi yang kurang stabil, hal ini dapat ditangkap sebagai tanda bahwa terdapat masalah atau ada hal-hal yang sifatnya patologis yang tidak mudah diamati, karena itu perlu dikonsultasikan kepada para ahli.
Penurunan fungsi afektif nampak jelas pada usia lanjut yang sangat tua (diatas 90 tahun), penurunan tersebut sering diikuti oleh tingkah laku regresi, misalnya mengumpulkan segala macam barang kedalam tempat tidur. Pada umur tersebut, sering terjadi fungsi mentalnya semakin buruk dan sering tidak tertolong dengan upaya terapi. Ada juga yang mengatakan lima tahun terakhir pada usia lanjut yang sangat tua tersebut sering terjadi tragedi penurunan segala fungsi mental yang semakin memburuk dan sering tidak tertolong dalam upaya terapi.
Sehubungan dengan fungsi afektif dalam pelayanan kesehatan jiwa usia lanjut perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Jika petugas menjumpai lansia dengan emosi yang labil atau menurun fungsi mental lainnya, maka perlu diwaspadai kemungkinan adanya masalah mental emosional atau hal-hal yang patologis. Untuk itu perlu pemeriksaan para ahli.
15
b. Jika petugas mendapatkan lansia yang sangat tua (very old) disertai penurunan fungsi mental yang drastis, maka perlu dilakukan upaya-upaya terapi dan pelayanan yang sesuai dengan kondisi lansia tersebut.
ü  Fungsi Konatif (Psikomotor)
            Konatif atau psikomotor adalah fungsi psikis yang melaksanakan tindakan dari apa yang telah diolah melalui proses berpikir dan perasaan ataupun kombinasinya. Konatif mengandung aspek psikis yang melakukan dorongan kehendak baik yang positif maupun yang negatif, disadari maupun tidak disadari.
            Pada usia lanjut umumnya dorongan dan kemauan masih kuat, akan tetapi kadang-kadang realisasinya tidak dapat dilaksanakan, karena membutuhkan organ atau fungsi tubuh yang siap/ mampu melaksanakannya. Misalnya usia lanjut yang ingin sekali untuk dapat memenuhi kebutuhan dirinya (activity daily living) tanpa bantuan orang lain. Ia ingin dapat makan dengan cepat, keluar masuk kamar mandi sendiri. Namun keinginan tersebut yang tanpa mengingat kondisi dirinya yang sudah menurun justru akan sering menimbulkan kecelakaan pada usia lanjut.
            Atas dasar hal tersebut implikasi yang perlu diperhatikan dalam pelayanan terhadap usia lanjut termasuk psikogeriatiknya yang berhubungan dengan fungsi konatif, usia lanjut perlu dibantu untuk memilih hal yang penting agar mereka tidak ragu dalam berbagai keinginannya. Perlu pula diperhatikan keadaan yang dapat menimbulkan resiko bagi usia lanjut.
2. Kepribadian
Kepribadian adalah semua corak kebiasaan manusia yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan kepribadian itu bersifat dinamis artinya selama individu masih tetap belajar dan bertambah pengetahuan, pengalaman serta keterampilannya, ia akan semakin matang dan mantap. Pada usia lanjut yang sehat, kepribadiannya tetap berfungsi baik, kecuali mereka dengan masalah kesehatan jiwa atau tergolong patologik.
16
               Dalam pelayanan usia lanjut termasuk psikogeriatik, hendaknya memperhatikan fungsi-fungsi psikologik diatas agar pelayanan yang dilakukan dapat membantu mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik, psikologik dan sosial usia lanjut.
3. Pendekatan Sosial Budaya
               Ahli sosiologi membuat "disengagement theory of aging" yang berarti bahwa ada proses pelepasan ikatan atau penarikan diri secara pelan-pelan tapi pasti dan teratur daripada individu-individu atau masyarakat terhadap satu sama lainnya, dan proses ini adalah terjadi secara alamiah dan tak dapat dihindarkan, dan hal ini akan terjadi dan berlangsung sampai kepada penarikan diri yang terakhir, yaitu mati.
               Teori lainnya adalah "Continuity Theory" yang berdasarkan atas asumsi bahwa "identity" adalah fungsi daripada hubungan dan interaksi dengan orang lain. Seseorang yang lebih sukses akan tetap memelihara interaksi dengan masyarakat setelah masa pensiunnya, melibatkan diri dengan wajar dengan masalah-masalah masyarakat, keluarga dan hubungan perseorangan. Mereka tetap memelihara identitasnya dan kekuatan egonya.
               Teori lainnya ialah "Activity Theory" yaitu yang menjelaskan bahwa orang yang masa mudanya sangat aktif dan terus juga memelihara keaktifannya setelah dia menua. Ahli jiwa mengatakan bahwa " sense of integrity" dibangun semasa muda dan akan tetap terpelihara sampai tua.
               Ericson, membuat suatu ringkasan tentang fase-fase perkembangan manusia sejak bayisampai tua, yang mana tiap fase menerangkan tentang adanya krsisis-krisis untuk memilih antara kearah mana seseorang akan berkembang. Dalam fase terakhir disebut bahwa ada pilihan antara : " sense of integrity" dan " Sense of despair" karena adanya rasa takut akan kematian.
Pada masa tua terjadi krisis antara deferensiasi egonya (ego differentitation) melawan preokupasi peranannya dalam bekerja (work role preoccupation). Hal ini dipengaruhi oleh pikiran-pikiran tentang pensiun.
                           Juga ditambahkan bahwa pada masa ini ada krisis, seseorang itu dapat
17
membangun suatu hubungan-hubungan yang memuaskan dengan orang lain dan mengembangkan aktivitas-aktivitas yang kreatif untuk melawan pikiran-pikiran yang terpusat kepada kemunduran-kemunduran fisiknya.
4. Beberapa Saran
               Demi menjaga kesejahteraan para lansia dalam menikmati hari tua mereka, maka dalam pelayanan terhadap mereka perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
a. Kegiatan yang sifatnya kegiatan kognitif sebaiknya tetap diadakan sepanjang yang bersangkutan (lansia) masih bersedia
b. Untuk membantu daya ingat para lansia, sebaiknya di tempat-tempat yang strategis dalam pelayanan ditulis hari, tanggal dan sebagainya dengan huruf ukuran besar dan jelas.
c. Ditempat-tempat tertentu misalnya ruang tamu, kamar mandi, ruang makan, lemari pakaian dan sebagainya sebaiknya diberi tulisan atau tanda khusus yang mudah dikenali oleh para lansia.
d. Bentuk tempat tidur, kursi, pintu, jendela dan sebagainya yang sering kali mereka gunakan/lewati/pegang seyogyanya dibuat sederhana, kuat dan mudah dipergunakan. Bila perlu diberi alat bantu yang memudahkan untuk berjalan, bangun, duduk dan sebagainya. Hal tersebut sangat penting untuk menambah rasa aman mereka dan memperkecil bahaya.
e. Bentuk kamar mandi khusus sebaiknya dibuat untuk keperluan mereka, misalnya bak kamar mandi tidak terlalu dalam, tidak menggunakan tangga atau tanjakan. Demikian pula jamban dibuatkan sehinga mudah digunakan mereka dan pada dinding sebaiknya ada pegangan. Bila fasilitas terpenuhi mereka akan merasa aman dan bahaya pun akan berkurang.
f. Pengaturan tempat duduk waktu makan, istirahat bersama sebaiknya mempermudah mereka untuk melakukan interaksi sosial. Hindari susunan kursi / tempat duduk yang saling membelakangi, karena akan membuat para lansia tidak dapat berinteraksi dengan leluasa. Satu kelompok diusahakan antara 4 sampai 6 orang untuk suatu kegiatan agar lebih efisien.
g. Biasakan mereka untuk memiliki kebiasaan yang positif misalnya buang sampah, meludah dan sebagainya pada tempat yang tersedia. Hindarkan mereka dari kebiasaan buruk seperti mengisolasi diri, menarik diri dari pergaulan dengan rekan-rekannya dan sebagainya.
1.11. UPAYA PELAYANAN KESEHATAN USIA LANJUT
1. Promosi
Untuk mencapai usia lanjut sehat, tua berguna, bahagia dan sejahtera ialah dengan mengaktifkan fisik,mental dan sosial ditujukan pada usia 45-59 tahun.Peran petugas kesehatan sebagai penyuluh bagi individu yang berada pada usia pertengahan (middle adult) antara lain dengan melakukan hal-hal sebagai berikut :
Mendapatkan  data - data  yang  berkaitan  dengan  keadaan  saat  itu , minimal diketahui berat dantinggi badan, denyut nadi, tekanan darah, keluhan fisik dan penyakit yang diderita.
Mendapatkan data mengenai pola dan cara hidup mereka , Mendapatkan data-data kondisi psikologis, yang mungkin tertampil dalam keluhan fisik yang diungkapkan.Berdasarkan data-data tersebut petugas kesehatan memberikan informasi dan penyuluhan pada keluarga danmasyarakat tentang hal-hal yang perlu diketahui tentang usia lanjut. Bila ada masalah fisik dan psikologisyang memerlukan penanganan lebih lanjut, petugas kesehatan perlu memberikan rujukan pada ahli sesuaidengan kondisi dan keperluan usia lanjut.
Mensosialisasikan tentang persiapan sebelum memasuki usia lanjut sebagai berikut :
a. Menjadi tua diterima dengan ikhlas dan realistis.
b. Menjadi tua dihadapi dengan sikap mental yang positif dan optimistik.
c. Berperilaku hidup sehat, mencegah penyakit dan tetap memelihara kebugaran.
d. Membangun, membina, dan memelihaia hubungan sosial.
e. Meningkatkan terus ilmu dan keterampilan sebagai bekal menjalani hidup yang
 bermanfaat sosial ataupun ekonomi.
f. Apa yang telah terjadi diterima sebagai takdir.
g. Tetap aktif, jasmani dan rohani, sebab kehidupan yang "pasif' akan mempercepat proses penuaan.
h. Berusaha menjadi subyek selama mungkin dalam kehidupan.
i. Meningkatkan kehidupan spiritual dengan mendekatkan diri kepada yang Maha Kuasa.
Untuk membantu mengatasi, mengurangi perasaan yang negatif, maka petugas kesehatan sebaiknya berperilaku sebagai berikut :
• Bersikap ramah, lembut dan sabar mengahadapi usia lanjut.
• Mau mendengar keluhan.
• Mau membantu dan melayani keperluannya.
• Mau memberikan informasi yang membuatnya merasa tenang.
• Mau memberikan dorongan, bujukan, petunjuk dan saran yang membesarkan hatinya.
• Mau memahami dan dapat menghayati perasaannya serta bersikap menerima apa adanya.
2. Prevensi
a. Meningkatkan Pengertian dan Perhatian Petugas Kesehatan
Diharapkan agar petugas kesehatan dalam melaksanakan kegiatan pelayanannya pada usia lanjut tidak hanya memperhatikan keluhan-keluhan yang dikemukakan oleh meraka tapi juga mempertimbangkanadanya faktor-faktor- lain yang mendasari keluhan tersebut seperti masalah psikologis, sosial, budayaatau kemungkinan adanya masalah mental emosional.Tersedianya loket khusus dan sarana lainnya di fasilitas pelayanan kesehatan bagi usia lanjutmerupakan hal yang perlu diperhatikan terutama bagi usia lanjut dengan alat bantu seperti kursi roda.Penanganan secara holisitik dengan sikap yang ramah, sopan dan hormat merupakan pelayanan yangdiidamkan oleh usia lanjut.
b. Mensosialisasikan Usia Lanjut Sejahtera
Yang dimaksud dengan sejahtera adalah terpenuhinya kebutuhan lahir dan batin. Kebutuhan batindisebut juga "basic needs" bersifat immaterial dan universal, kebutuhan lahir disebut juga "instrumentalneed" bersifat material dan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor social , budaya ,ekonomi , dsb .


















BAB III
PENUTUP

1.1. KESIMPULAN
Pengaruh sosial budaya dalam masyarakat  memberikan peranan penting dalam mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Perkembangan sosial budaya dalam masyarakat merupakan suatu tanda bahwa masyarakat dalam suatu daerah tersebut telah mengalami suatu perubahan dalam proses berfikir. Perubahan sosial dan budaya bisa memberikan dampak positif maupun negatif.
Hubungan antara kebudayaan dan kesehatan pasien lansia biasanya dipelajari pada masyarakat yang terisolasi dimana cara - cara hidup mereka tidak berubah selama beberapa generasi, walaupun mereka merupakan sumber  data-data bilogis yang penting dan model antropologi yang berguna , lebih penting lagi untuk memikirkan bagaimana mengubah kebudayaan mereka itu.
Perawat harus selalu menjaga hubungan yang efektif dengan masyarakat ‘pasien’ dengan selalu mengadakan komunikasi efektif demi meningkatkan status kesehatan lansia dan mendukung keberhasilan pemerintah dalam bidang kesehatan berbasis publik .

1.2. SARAN
        Makalah dibuat berdasarkan kebutuhan seorang mahasiswa sebagai tanggung jawabnya dalam menyelesaikan tugas sebuah mata kuliah. Diperlukan bimbingan dan arahan dari dosen pembimbing sehingga kiranya makalah tersebut dapat menjadi sesuatu yang lebih berguna di masa yang akan datang.
Penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan olehnya itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun sebagai bahan ajar untuk penyusunan berikutnya.




DAFTAR PUSTAKA


·         Leininger. M & McFarland. M.R, (2002), Transcultural Nursing : Concepts,
Theories, Research and Practice, 3rd Ed, USA, Mc-Graw Hill
Companies.
·         Royal College of Nursing (2006), Transcultural Nursing Care of Adult ; Section One Understanding The Theoretical Basis of Transcultural Nursing Care Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari
·         Transcultural Nursing Care of Adult ; Section Two. Transcultural NursingModels ; Theory and Practice, Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari
·         Transcultural Nursing Care of Adult ; Section Three Application of Transcultural Nursing Models, Ditelusuri tanggal 14 Oktober 2006 dari
 http://www.google.com/rnc.org/transculturalnursing












Tidak ada komentar:

Posting Komentar